OUR LOVE [CHAPTER 3]

9 Sep

Judul/Title : Our Love

Author : Cho Jihyun [ @Rivanawr ]

Cast : Cho Kyuhyun & Seo Joohyun

Other Cast : You’ll find it

Length : 1 of………..

Genre : Romance, Sad, Family. Little bit NC

Author Notes (A/N) : Annyeong wiresdeul *bow* sepertinya aku hiatus terlalu lama bukan? hahah banyak banget yang sms nagih fanfiction hiwiwi tapi makasih eonni-ya dongsaeng-ah sarangheeee:*

Bisa juga kalian temukan beribu-ribu(lebay) Typos yang merajalela di sepanjang ff

Udah deh cekidot sajaaa…..jangan lupa comment ya eheheh Gomawo thanKyu :*

 

 

 

 

 

 

Kelahiran seorang anak dalam bahtera rumah tangga akan menjadi salah satu pembawa kebahagiaan tersendiri bagi anggotanya. Bahkan mungkin kelahiran anak itu juga akan membawa kebahagiaan bagi orang lain. Setiap kelahiran anak akan disambut dengan suka cita. Apapun jenis kelaminnya, warna rambutnya, dan apapun keadaannya.

.

.

OUR LOVE

CHAPTER 1 | CHAPTER 2

.

.

 “Presdir, kau mendengarku?”

“A−apa? Aku−“ Kyuhyun gelapan menjawab pertanyaan seorang tamu yang ada di depannya. Sedari tadi, pikirannya memang tidak berada dalam tempatnya. “Maaf. Bisa kau ulangi apa yang kau katakan tadi, Kai-ssi?”

Pria berambut coklat yang ada di hadapan Kyuhyun kini menunjukkan ekpresi tidak senang. Ia seorang saudagar yang kaya raya, ia datang kesini dengan maksud baik menjalin kerja sama dengan Perusahaan milik Kyuhyun, tapi yang ia dapat dari pemimpin perusahaan itu sendiri adalah pengacuhan. “Kurasa aku sudah menjelaskan dengan sangat jelas tadi,” ucapnya dingin.

“Maaf, aku tadi tidak terlalu memperhatikanmu. Pikiranku sedang ada di tempat lain.”

“Begitu.” Pria itu semakin dingin menanggapi perkataan Kyuhyun. Tampaknya ia benar-benar kesal atas perbuatan Presdir yang duduk di depannya ini.

“Kurasa Kyuhyun butuh waktu sejenak, Kai-ssi.” Sosok pria lain yang duduk di ruangan itu membuka mulutnya. “Mungkin Kyuhyun kelelahan karena tugasnya. Kita bisa menunda pembicaraan ini, kan?”

Jika bukan karena rasa hormatnya yang teramat tinggi untuk sang Presdir, pria yang dipanggil Kai itu tidak akan keluar dari ruangan dengan sikap sopan. “Baiklah, Suho-ssi,” ucapnya sebelum berpamitan kepada dua Presdir yang ada di sana.

“Seluruh keluarganya bergelimpangan harta, wajar saja kalau sikapnya kurang menyenangkan,” ucap Suho setelah ia hanya berdua saja dengan Kyuhyun.

Kyuhyun menyunggingkan senyum lirihnya. “Memang sudah seharusnya aku mendapatkan perlakuan itu. Dia terlalu banyak bicara, dan aku sama sekali tidak memperhatikannya.”

“Ada yang mengganggumu, Kyuhyun?” tanya Suho seraya menatap Kyuhyun secara seksama.

Hanya keheningan lama yang dijawab Kyuhyun. Mata hitamnya yang selalu bersinar, kini terlihat redup, bahkan di mata Suho sendiri.

“Baiklah, tak apa kalau kau terlalu sulit untuk menceritakannya.” Suho berdiri dari duduknya, namun ia masih menatap Kyuhyun sebelum beranjak dari sana. “Untuk urusan Kai-ssi, biar aku saja yang menangani. Jika kesepakatan kerja sama antara dia, Cho Corporation, dan Kim Mall sudah tercipta, aku akan memberitahumu secepatnya.”

“Gomawo,” ucap Kyuhyun lirih.

Kyuhyun menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa di ruang pertemuannya setelah Suho benar-benar pergi dari ruangan itu. Ia menangkupkan sebelah tangannya di wajah, berharap bisa mendapatkan sedikit ketenangan. Untuk saat ini, ia bisa mendapatkan sedikit ketenangan walau hanya sangat sedikit. Tapi tak apa, Kyuhyun sangat menikmati ini karena segala pilu yang terus menyiksa batinnya terasa berhenti sejenak untuk beberapa detik.

Namun entah mengapa kilasan tentang pertemuannya dengan Yoona dua hari yang lalu memilih untuk hadir begitu saja. Sekuat apapun pria itu, tetap saja Kyuhyun tak akan pernah mempunyai kekuatan untuk menghindarinya. Pria itu ganti menggunakan lengan untuk menutup kedua matanya saat merasa sesak di dadanya.

Dan setetes air yang meluncur dari sudut matanya lah wujud dari segala macam rasa yang ia terima…

.

“Bisa kita bicara, Yoona?”

Pagi itu, malam setelah ia melihat derasnya tangisan Seohyun, Kyuhyun sengaja melangkahkan kakinya untuk pergi ke rumah sakit sebelum berangkat ke kantornya. Ia ingin memastikan sesuatu. Sesuatu yang sangat menyiksa relung hatinya sebagai orang tua dan seorang ayah. Dan ketika ia melihat sosok yang ia pikir bisa membantunya di depan pintu Rumah Sakit Seoul, ia tidak menyia-nyiakan waktunya lagi.

Yoona berhenti begitu ia mendengar suara yang sangat ia kenali itu. Menoleh, dan tidak menunjukkan ekspresi apapun pada sahabatnya. “Kyuhyun.”

“Aku ingin bicara padamu.”

“Kita bicarakan di ruang kerjaku.”

Dan saat selanjutnya, Kyuhyun dan Yoona berjalan beriringan menyusuri beberapa lorong rumah sakit. Tak ada sepatah kata apapun yang keluar dari keduanya, hingga akhirnya mereka sampai dan duduk berhadapan di meja kerja Yoona.

“Kau pasti tahu maksud kedatanganku ke sini kan?” ucap Kyuhyun membuka pembicaraan.

Yoona mengangguk pelan. Sedikit ragu untuk memandang langsung iris mata sahabatnya.

Kyuhyun menarik napas sebentar. Segalanya terasa sangat berat untuk dipastikan. “Apa yang dikatakan Seohyun benar?”

Hening tercipta di sana. Yoona mengambil waktu sejenak untuk memantapkan hati menatap sahabatnya. “Semuanya belum benar-benar terbukti, Kyuhyun. Anakmu masihlah dini, dan kita tidak bisa menyimpulkan itu sekarang.”

“Benarkah dia autis?”

“Kyuhyun−”

“Apa Jonghyun autis?”

Yoona menelan lagi sanggahannya. Ia tahu Kyuhyun bukanlah orang yang bisa ia hindari. Tak mampu menatap mata sahabatnya, Yoona memilih untuk menundukkan kepalanya.

“Katakan, Yoona,” ucap Kyuhyun lirih, namun terdengar begitu dingin dan menusuk.

Hanya anggukkan kepala lah yang Yoona berikan. Ia sama sekali tak mempunyai kekuatan menatap Kyuhyun, apalagi menjawab dengan suaranya.

.

.

.

Melihat dirinya sendiri yang meneteskan air mata… Kyuhyun merasa dunia begitu menjauhinya. Dunia sekali lagi menghancurkannya, membuatnya seperti sobekan kertas yang terasa begitu ringan. Apa yang harus ia lakukan kalau sekarang ia sudah benar-benar merasa putus asa seperti ini?

‘Mengapa’

Kata itu berputar di kepalanya dan menghajarnya tiada ampun.

Mengapa harus seperti ini? Mengapa dirinya tak sekuat yang ia kira? Mengapa ia tak sanggup memandang kenyataan yang ada di hadapannya? Dan mengapa harus terbiasa meneteskan air mata lagi setelah sekian lama?

.

.

Kyuhyun melangkahkan kakinya lesu di sepanjang lantai rumahnya. Sepi, tak ada suara satupun yang terdengar olehnya. Beberapa malam ini ia sengaja untuk pulang jauh lebih malam dari biasanya. Ia sendiri tidak tahu pasti alasannya mengapa. Menghindari anak-anaknya mungkin adalah salah satu penyebabnya.

Saat melewati kamar anak-anaknya, Kyuhyun menghentikan langkahnya. Di balik pintu yang sedikit terbuka itu ia memperhatikan secara seksama punggung wanita yang selalu ia rindukan kehadirannya. Kini punggung yang terhiasi helaian rambut hitam yang indah itu terlihat ringkih di matanya.

Yah, ringkih selama beberapa waktu terakhir ini.

Seohyun membalikkan badannya. Di dalam dekapan hangat wanita itu, terlihat Jonghyun sedang berada dalam buaian mimpinya. Sepasang mata Kyuhyun kini memperhatikan anak bungsunya sebelum suara Seohyun membuyarkan lamunannya.

“Tumben kau pulang sekarang, Kyuhyun Oppa?”

Kyuhyun menyunggingkan senyum kecutnya. Ia tahu kalimat apa yang akan keluar dari mulut istrinya sebentar lagi.

“Akhir-akhir ini kau seperti lupa rumah,” sambung Seohyun pelan, namun dengan senyum anggunnya.

“Masih seperti, kan? Belum benar-benar lupa.”

Seohyun yang melototi Kyuhyun malah disambut senyum geli oleh pria pirang itu. “Donghyun menanyakanmu.” Kedua tangan Seohyun bergerak pelan untuk meletakkan Jonghyun ke ranjang tidur mungil milik bayi itu. “Dia mengira kau dipindahkan keluar desa.”

Kyuhyun terkekeh pelan. Tak menyangka pikiran polos anak sulungnya tentang dirinya akan seperti itu.

“Kau sudah makan?”

Kyuhyun mengangguk. Tak lama setelah menatap wajah lelap putra bungsunya, pria itu melangkahkan kakinya menjauh.

.

Rambut coklat Kyuhyun masih terhiasi butiran air saat ia melangkah keluar dari kamar mandi. Malam ini ia memutuskan untuk mengguyur kepalanya walaupun cuaca terasa lebih dingin karena hujan sore tadi. Jika besok pagi kedua hidungnya terasa tersumbat pun, Kyuhyun tak peduli.

Seohyun terlihat merapikan ranjang tidur saat Kyuhyun mendekati wanita itu. “Kenapa malam ini kau belum tidur?” tanya Kyuhyun yang kini duduk tidak jauh dari istrinya. Seohyun hanya menoleh, namun tidak menjawab pertanyaannya. “Kau baik-baik saja?” sambung Kyuhyun.

“Aku baik-baik saja.”

Kyuhyun menghela napas. Ia kembali mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil yang sempat tersampir di kulit bahunya.

“Malah kurasa kau yang sedang tidak baik-baik saja.”

Perkataan Seohyun menghentikan gerakan Kyuhyun. Pria itu tak mengucap satu kata pun saat Seohyun meraih handuk dari tangannya, dan mulai mengeringkan rambutnya.

“Dari dulu kau selalu sok kuat.”

“Seohyun−”

“Kalau kau juga sedih, kau bisa menceritakannya padaku. Kita bisa menangis bersama jika kau mau. Tidak dengan meninggalkanku sendirian,” potong Seohyun dengan masih tak menatap mata suaminya.

Kyuhyun tercengang. Tak menyangka apa yang dilakukannya malah membuat kesedihan istrinya bertambah. Hal yang sebenarnya ingin Kyuhyun rasakan akhir-akhir ini adalah kesendirian. Ia ingin sendiri untuk beberapa saat agar bisa menenangkan seluruh amarah yang ada di dadanya. Tidak hanya amarah, namun juga kesedihan serta ketidak tahuan untuk berbuat apa. Melihat keluarganya saat ini, sama saja membuat batinnya seolah teriris-iris seiring setiap keinginan dan mimpi yang harus ia lepaskan satu per satu.

“Kau bilang kita bisa menjalani ini bersama-sama.” Suara Seohyun terdengar tenggelam karena isakan kecilnya. “Tapi kau bahkan tak berada di sampingku, Kyuhyun Oppa. Mana bisa aku menjalani ini semua sendirian?”

Perasaan bersalah Kyuhyun kian membesar. Air mata Seohyun serta ketidakberdayaan wanita itu yang sekali lagi terlihat meruntuhkan kembali tembok ketegaran yang ia bangun.

“Apa sekarang kau membenci kami?”

“Seohyun!” Rahang Kyuhyun mengeras. Ia ingin berteriak, tapi tidak bisa. Gertakannya hanya bisa tertahan di ujung tenggorokkannya. Mendengar pertanyaan Seohyun membuat darahnya seolah-olah berkumpul cepat di ubun-ubun kepalanya.

Tangan Seohyun mendadak kaku. Wanita itu bergeming di tempatnya dengan isakan yang tiba-tiba berhenti juga.

“Kenapa berpikir sampai sejauh itu?”

Tetap tak ada jawaban dari Seohyun.

“Kau benar-benar menganggapku seperti itu?” tanya Kyuhyun sekali lagi. Jelas sekali amarahnya terpendam dibalik ucapannya yang semakin dingin.

Seohyun mengangkat kepalanya. Jejak air matanya semakin jelas terlihat. “Aku selalu tak ingin mengganggapmu seperti itu, Kyuhyun Oppa. Aku selalu ingin mencintai dan mempercayaimu. Aku selalu ingin kau yang menuntun dan menemaniku.” Kedua tangan Seohyun terangkat untuk menutupi wajahnya. Isakan wanita itu semakin keras, namun semakin tak terdengar karena tangkupan tangannya. “Tapi apa yang sudah kau lakukan…. mengapa memancingku untuk berpikir seperti itu?”

Kyuhyun dapat merasakan sebagian nyawanya tercabut perlahan. Apa ini? Apa yang sudah ia perbuat? Dengan cepat, Kyuhyun menarik tubuh Seohyun dan mendekap wanita itu erat. “Mian…mianhe,” bisik Kyuhyun berulang kali.

Tangisan Seohyun semakin pecah di dada suaminya. Wanita itu memeluk erat pinggang Kyuhyun yang masih menyisakan dingin. Tangisannya yang beberapa hari terkahir ini ia pendam, ternyata dapat terlampiaskan sekarang. Hanya dengan suaminya lah, Seohyun bisa mencurahkan segala bentuk emosinya.

“Aku tak seperti itu, Seohyun. Aku tak seperti itu.”

Seohyun menganggukkan kepalanya percaya dengan bisikan Kyuhyun. Yah, Seohyun memang selalu percaya dengan perkataan suaminya. “Aku percaya.”

Kyuhyun semakin mengeratkan pelukannya. Rasanya ia merindukan memeluk Seohyun erat seperti ini. Wangi wanita itu selalu mampu untuk menenangkannya. Betapa bodohnya ia yang sempat mencoba untuk menghindari wanita ini? Ia yang selama ini sok kuat, pada akhirnya runtuh sekali lagi dalam pelukan wanitanya.

“Aku mencintaimu, Seohyun.”

Seohyun kembali menganggukkan kepalanya.

“Aku juga mencintai anak-anak kita.”

“Aku tahu.”

“Aku tak ingin kehilangan kalian semua.”

Sebelah tangan Seohyun bergerak untuk mengusap punggung Kyuhyun lembut. Mencoba memberi makna dengan non verbal-nya bahwa dia selalu mempercayai perkataan suaminya. “Kami juga tak ingin jauh darimu,” ucap Seohyun.

.

.

Pagi harinya, Kyuhyun sengaja meliburkan diri dari pekerjaannya. Ia tak peduli omelan apa yang akan diberikan asistennya besok. Yang penting, untuk hari ini ia ingin menghabiskan waktu dengan keluarga kecilnya. Termasuk memberi kejutan anak sulungnya dengan membangunkan bocah tampan itu.

“Appa?”

Raut wajah terkejut Donghyun membuat Kyuhyun tak kuasa menahan tawanya. “Ayo bangun, jagoan. Pahlawan tidak boleh malas.”

Donghyun hanya memandang wajah ayahnya tanpa berkedip.

“Ada apa, Donghyun?” tanya Kyuhyun seraya mendekati anaknya. Sekilas tersirat raut khawatir yang tergambar di wajahnya saat melihat anak sulungnya menatapnya seolah-olah seperti hantu.

Tangan mungil Donghyun terangkat untuk mengusap pelan pipi ayahnya. Hanya sebentar, sebelum bocah itu mengaduh pelan karena sudah mencubit lengannya sendiri. “Rasanya seperti mimpi,” gumamnya pelan.

“Mimpi?”

Donghyun mengangguk. Kyuhyun malah melebarkan senyumnya dan mengangkat tubuh anak sulungnya itu secara tiba-tiba. Gelak tawa Donghyun pun segera menghiasi rumah itu di pagi hari.

Yah… gelak tawa yang sudah tidak Seohyun dengar akhir-akhir ini.

.

“Kenapa senyum-senyum?”

Donghyun mengangkat kepalanya dan menatap langsung mata ibunya. Deretan gigi mungil bocah itu segera tercipta. “Aku senang pagi ini Appa memandikanku.”

“Oh ya?” Seohyun menghampiri Donghyun dan mengisi mangkuk bocah itu dengan sereal. “Jadi itu yang membuatmu senang?”

Anggukkan kepala Donghyun terlihat begitu bersemangat. Seohyun yang melihat itu tak dapat menahan tawa gelinya. Ia merasa, anak sulungnya begitu bahagia.

Suara derap kaki terdengar mendekat. Reflek, Seohyun menolehkan kepalanya. “Sudah selesai?”

Kyuhyun, pemilik suara langkah itu menyunggingkan senyumnya. Di gendongan pria itu, Jonghyun terlihat segar di dalam balutan handuk karena selesai mandi. Rambut hitam bayi itu pun bahkan belum terlihat kering. “Ya. Kami tadi bersenang-senang dulu.”

“Apakah lebih senang dariku, Appa?” sela Donghyun. Raut wajah bocah tampan itu terlihat cemas.

Kyuhyun dan Seohyun sontak tertawa bersama. “Kau dan adikmu sama menyenangkannya, Donghyun,” jawab Kyuhyun masih dengan tawanya.

“Itu benar.” Kedua tangan Seohyun terulur untuk meraih tubuh Jonghyun. “Bagi Appa dan Eomma, kalian selalu sama. Tak ada yang lebih dan kurang.”

Mata coklat Donghyun membentuk lengkungan ke atas. Hati bocah itu bagaikan baru saja tersirami air sejuk setelah mendengar perkataan ibunya. Selama ini, ia sedikit merasa bahwa adiknya lebih istimewa darinya. Namun Donghyun tak tahu pasti alasan dibalik pemikirannya itu.

“Nah,” ucap Kyuhyun membuka suara setelah Seohyun membawa Jonghyun pergi dari dapur rumah itu. Pria itu menarik salah kursi dan duduk tepat di samping anaknya. “Apa hari ini kau ingin jalan-jalan, Donghyun?”

Jalan-jalan? Sungguh kejadian langka bagi Donghyun saat ayahnya menanyakan hal itu. Tapi… “Appa tidak ke kantor hari ini?” tanya balik Donghyun.

Kyuhyun menggeleng. “Hari ini Appa ingin menemanimu dan Jonghyun jalan-jalan.”

“Benarkah?” Sepasang mata Donghyun berbinar.

“Ya.”

“Waaah… Kalau begitu-kalau begitu.” Donghyun terlihat sedikit kesusahan saat turun dari kursinya. “Bisakah Appa mengantarkanku ke toko mainan? Seminggu yang lalu Tao menunjukkanku mobil berwarna berwarna miliknya. Bolehkah aku memilikinya juga?” tanya Donghyun seraya menarik-narik pakaian ayahnya.

Senyum Kyuhyun mengembang. “Tentu saja,” ucapnya seraya mengusap rambut anaknya.

Tak perlu menunggu sekian detik lagi, Donghyun segera menghamburkan tubuhnya untuk memeluk pinggang Kyuhyun dari samping. Berkali-kali, bocah itu mengucapkan kata terimakasih. Sebaris kalimatnya yang mengatakan bahwa ia sangat mencintai ayahnya membuat Kyuhyun kembali tersadar…

Ah… ia sungguh merindukan anaknya.

.

.

Senyum Donghyun tak pernah lepas dari bibir bocah itu selama tangan Seohyun menggandengnya. Hari ini, ia merasa kebahagiaan silih berganti mengejutkannya. Kehadiran ayahnya yang membangunkan dan memandikannya pagi ini saja sudah cukup membuatnya bahagia.

“Donghyun tidak lelah?”

Pertanyaan ibunya menghentikan Donghyun dari nyanyian riangnya. Bocah itu mendongak lugu. “Tidak.”

Seohyun tersenyum. Di sebelahnya, Kyuhyun yang menggendong Jonghyun juga turut menyunggingkan senyumnya. “Gomawo,” bisik Seohyun.

Kyuhyun hanya menatap istrinya. Tak ada satu kata pun yang terucap, hanya tatapan rindu yang tiada tara.

.

“Waaaaaah…” Teriakan riang Donghyun segera membuat beberapa pegawai di sana menoleh seketika. Tawa para pegawai itu tak pelak tercipta saat mengetahui seorang bocah lelaki memasuki tempat kerja mereka dengan berlari riang.

“Hati-hati, Donghyun. Jangan berlari!” Tak lama kemudian, sosok wanita berambut hitam panjang juga turut hadir di sana. Di dalam sepasang mata coklatnya, Seohyun terlihat sedikit khawatir.

“Biarkan saja,” sahut Kyuhyun dari belakang.

Seohyun menoleh. “Tapi bagaimana kalau dia jatuh?”

Kyuhyun terkekeh pelan. Kepalanya menoleh kepada para pegawai dan mengangguk pelan ke arah mereka.

Para pegawai itu terkesiap. Sedikit tak menyangka jika keluarga pemimpin Cho tengah mengunjungi toko mereka.

“Appa! Appa!” panggil Donghyun tak jauh dari sana seraya melambai-lambaikan tangannya yang menggenggam sebuah kotak plastik.

“Seohyun?” panggil Kyuhyun seraya menyerahkan Jonghyun kepada istrinya. “Kapan terakhir kali kau melihatnya seperti ini?”

Awalnya Seohyun terlihat bingung, namun turut tersenyum saat suaminya tersenyum kepadanya. “Aku tak ingat.”

Senyum Kyuhyun kian mengembang. Pria itu pun menghampiri Donghyun yang masih terus melambaikan tangannya.

.

.

Hari ini adalah salah satu hari yang singkat bagi Cho Donghyun. Entahlah, walaupun seharian ini ia dan keluarganya banyak melakukan aktifitas di luar rumah, ia tetap merasa hari ini sangat singkat. Dari kejauhan, ia memperhatikan kedua orang tuanya dan adik laki-lakinya yang duduk di salah satu bangku taman. Cahaya matahari sore yang menyinari ketiga orang itu membuat mereka tampak indah bagi Donghyun. Ibunya yang akhir-akhir ini terlihat sedikit murung, hari ini sudah mulai tertawa dan terlihat bahagia. Ayahnya yang selalu sibuk, kini berada di dekatnya seharian. Dan adiknya…

Pandangan Donghyun beralih ke arah Jonghyun yang berada di pangkuan ibunya. Adiknya terlihat sibuk memainkan rambut ibunya walaupun kedua orang tuanya sedari tadi mengajak bocah satu tahun itu berbicara. Walaupun ayahnya menepuk-nepukkan tangannya di depan Jonghyun, adiknya itu masih tak merespon. Bahkan menoleh pun tidak. Sekali lagi hal ini mengganggu benak Donghyun.

Donghyun tentu ingat bahwa ia sering dibuat jengkel karena adiknya jarang meresponnya dengan baik. Adiknya selalu terlihat sibuk dengan hal-hal yang tidak penting, seolah-olah ia tidak ingin diganggu walaupun sejenak. Jika seperti ini, sama saja Donghyun merasa ia tak mempunyai saudara. Mengapa adiknya seperti itu? Setaunya, adik Yuura tidak seperti itu. Adik Yuura selalu tertawa saat Yuura mengajaknya berbicara. Padahal umur adik Yuura dan Jonghyun tidaklah begitu jauh, tapi mengapa keduanya berbeda? Ah.. mungkin ia harus menanyakan hal itu kepada ibunya suatu hari nanti. Yang terpenting, Donghyun selalu menyayangi adiknya walau Jonghyun tidak menghiraukannya.

“Sudah lelah bermain mobil-mobilan, Presdir Cho?” tanya Kyuhyun saat Donghyun berjalan mendekat.

Donghyun terdiam sejenak, namun setelah itu menggelengkan kepalanya sekuat tenaga. “Aku tidak ingin jadi Presdir, Appa!”

Seohyun terkesiap. “Tidak ingin? Kenapa?”

“Aku ingin jadi kapten Basket seperti Kris Hyung,” ucap Donghyun tegas.

Kyuhyun terkesima. “Waaah… benarkah? Bagus kalau begitu.”

Donghyun mengangguk mantap. “Lagipula akan ada Presdir lain sehebat, Appa”

“Siapa?” tanya Seohyun

Pandangan Donghyun beralih ke arah adiknya. Senyumnya melebar seiring semakin dekatnya ia dengan sang adik. “Jonghyun yang akan jadi Presdir.”

Entah apa yang dirasakan Seohyun sekarang. Sekujur tubuh wanita itu mendadak kaku. Lidahnya terasa begitu kelu hingga ia tak mampu mengucap barang satu kata pun. Perlahan, kepalanya menoleh ke arah suaminya. Kyuhyun tak balas menatapnya, melainkan kedua anak lelakinya.

.

Ya Tuhan… mengapa rasa sakitnya bertubi-tubi seperti ini?

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Ada yang masih ingat fic ini? Hehehehehe. Sudah lama sekali tidak di apdet, jadi mungkin akan tidak terllau terasa feel-nya bagi para reader :/ (authornya juga kurang ada feel waktu mengetiknya)

Okay itu saja. Kasih kritik dan saran yah untuk fic ini 🙂 Semoga juga chapter depan tidak selama ini meng-updatenya, hehehe.

See ya ^_^

58 Tanggapan to “OUR LOVE [CHAPTER 3]”

  1. Iyank EternalMagnae Januari 20, 2015 pada 9:49 am #

    ksian bgt seokyunya jdi mrasa sdh!!
    smoga jonghyun bsa tmbuh normal!!
    donghyun blm thu ap2 tntang adiknya!!
    klo donghyun thu gmn reaksinya y!!

  2. hyun seo cho Desember 12, 2014 pada 11:58 am #

    kapan di lanjutin ff ga rela masa jonghyun autis sih 🙂

  3. dewik Oktober 10, 2014 pada 9:17 am #

    Sangat berharap ff ini juga berlanjut ><
    Entahlah.. aku sangat terinspirasi sama karya-karya fanfiction di wp ini :')
    Meskipun udah baca berulang kali beberapa ff disini, tapi jujur aku nggak pernah bosen bacanya 🙂

    ayoo unnie update ff lagii 😦
    Udah greget banget pengen baca ff unnie

  4. Ajeng (@am_kyu) Juli 13, 2014 pada 10:34 am #

    ffnya sedih 😦 semoga ada keajaiban buat jonghyun huhu

  5. mayacl Mei 10, 2014 pada 9:37 am #

    part 4nya udah ada???
    ffnya keren 🙂

  6. Ira siwon April 1, 2014 pada 2:13 pm #

    Huftttt, jonghyun kasian amat Ɣğ klo diposisi dia

  7. Shaquila Februari 24, 2014 pada 3:24 am #

    Smoga JongHyun tumbuh dg keistimewaan yg dmilikix 😀
    Lnjut eonni..

  8. dfam Februari 18, 2014 pada 6:53 pm #

    Eonni mana ini sambungannya?!! :3
    udah lamaaaaa banget nungguin kelanjutan ff ini :3

Kasih Comment ya ;) Gomawo